Oleh : Kim Loladis
Photographer : Ahmad Joe
Photographer : Ahmad Joe
Melihat perilaku generasi muda saat ini mungkin kita akan menghela nafas panjang, apakah budaya kita saat ini telah berevolusi? Mungkin benar, revolusi budaya saat ini seakan begitu deras mengikis secara perlahan akar budaya bangsa Indonesia, baik budaya bahasa moral serta agama.
Banyak factor yang menyebabkan budaya local dilupakan di masa sekarang ini. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataanya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya local mulai dilupakan.
Suatu ironis kebudayaan sendiri dijauhi oleh anak muda sekarang. Tidak habis piker mengapa kaum muda sekarang lebih suka ala boyband/girlband, seksi dancer, hip hop yang sama sekali tidak mencerminkan ciri khas budaya Indonesia yang ramah, sopan dan berkepribadian luhur.Di Banjarbaru beberapa waktu lalu tepatnya di lapangan Murjani tarian tidak etis yang sering dikenal sebagai seksi dancer ditampilkan dalam suatu acara promosi salah satu perusahaan rokok. Aksi tarian itu ditampilkan di depan anak-anak di bawah umur yang berjarak hanya beberapa meter saja.
Bukanlah sesuatu hal yang aneh ketika pihak yang seharusnya mengingatkan malah ikut menikmati tarian energik yang identic dengan busana minim dipertontonkan tanpa ada pengawasan ataupun peringatan bagi anak di bawah umur. Sebagian orang menganggap itu hanya sebagai hiburan.
Di mana letak pengawasan orangtua saat anak-anal yang harusnya berada di rumah malah dibiarkan berkeliaran bukan pada tempat dan waktunya?
Dalam tinjauan psikologi perkembangan, peran orangtua dibutuhkan dalam mendampingi dan memberitahu bagaimana mereka bisa menyesuaikan diri pada perubahan, perkembangan dan adanya perbedaan di dalam lingkungan mereka. Anak-anak tidak bisa dibiarkan lepas ke dunianya sendiri.
Logika yang muncul, jika lingkungan mereka tidak tepat maka anak-anak ini akan mendapat dampak negatif, baik perubahan psikologinya ataupun kepribadiannya. Memang benar anak dibebaskan untuk memilih apa yang menurutnya itu cocok untuk dirinya. Di sinilah orangtua wajib mengarahkan dan membimbing. Pembelajaran seni tari pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motoric kasar dan motoric halus, pola bahasa dan piker, emosi jiwa serta perkembangan social anak.
Di sekolah keprihatinan manakala keberadaan siswa didik kurang berminat terhadap seni budaya daerah, kata-kata yang terlontar dari mereka bahwa tari/lagu daerah itu kuno (ketinggalan jaman). Itulah persoalan yang menampar wajah dunia pendidikan saat ini. Apakah fakta tersebut bias dari program Ujian Nasional (UN) yang hanya menekankan factor pengetahuan (kognitif) belaka. Fakta keterampilan (psikomotor) kurang mendapat perhatian.
Padahal pelajaran tari bukan bertujuan untuk mempelajari sikap gerak saja, namun juga sikap mental, kedisiplinan, sehingga pendidikan tari itu menjadi media pendidikan. Dalam bukunya tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara menuliskan, tari anak-anak akan memberi pengaruh terhadap ketajaman pikiran, kehalusan rasa dan kekuatan kemauan serta memperkuat rasa kemerdekaan.
Dinas Pendidikan Banjarbaru KASI Kurikulum Drs Simum. MM saat ditemui di kantornya menerangkan untuk pelestarian budaya daerah di sekolah itu di pelajari dari kesenian tari, music daerah, bahasa hingga sejarah kedaerahan. Itu semua terangkum dalam pelajaran Muatan Lokal (Mulok).
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Herman Taupan di Banjarmasin menambahkan tidak hanya mulok, ekstrakurikuler pun menambah pengayaan pelestarian budaya daerah pada siswa didik di sekolah. Ajang perlombaan tari, music panting sering diadakan. Sekarang tergantung dari sekolah masing-masing sebab sekolah mempunyai hak otonomi untuk memajukan program mulok serta ekstrakurikuler tadi.
Di sisi lain, pihak sekolah kadang-kadang masih memandang kesenian dengan sebelah mata dibandingkan dengan bidang lain, seperti olahraga. Contoh nyata, pembangunan sarana olahraga jauh mengalahkan ketersediaan sarana berekspresi kesenian, bahkan juga mengalahkan kepentingan yang paling mendasar seperti perpustakaan.
Banyak sekolah yang membangun aula megah dan mahal, ruang kesenian tanpa bentuk berada di situ. Sesungguhnya, dalam buku petunjuk teknis mata pelajaran kesenian tertera kata “laboratorium” sebagai ruang praktek kesenian di sekolah. Tak hanya polemic kesenian di pendidikan formal sekolah tahun 2009 ajang budaya Internasional di Malaysia “Rampak Gendang Nusantara” menuai kekecewaan, 40 perwakilah dari Indonesia Sanggar Pesona Banjar sampai berita ini diterbitkan belum menerima sertifikat sebagai peserta tersebut oleh pihak yang bertanggung jawab di Indonesia sebagai pembimbing serta mengantar mereka di ajang itu.
Belajar dari Arsyad Indradi seorang budayawan Banjar, tubuh tua rentanya tak pernah menjadi kendala untuk terus berkarya melalui sastra-sastra indah dan mewariskan budaya luhur banjar kepada cucunya Putri Kurnia Pratiwi siswi SMA Negeri II Martapura serta anak didiknya di Sanggar Selendang Mayang. Sari, Baron, Tazki serta anak-anak Sanggar Selendang Mayang dengan penuh semangat berlatih tari Radap Rahayu serta Baksa Kembang di Musium Lambung Mangkurat.
Keceriaan, suka duka selalu mewarnai jejak langkah mereka dalam melestarikan seni tari klasik banjar di tengah maraknya seni tari modern sebagai idola kaum remaja saat ini. Mereka mengaku ini semua kami lakukan karena hobi, saat kami lakukan gerakan klasik ini kami merasa damai. Seni tradisional yang selama ini jauh dari kehidupan generasi muda dengan berbagai sebab-sebabnya yang telah diuraikan. Mulai dari arus globalisasi dan generasi muda yang cenderung apatis dan mengikuti arus, sehingga budaya asing yang terkesan praktis telah menjadi kiblat budaya mereka.
Bagaimanapun juga ajaran-ajaran seni tradisional daerah telah memberikan pemahaman moral yang luhur, dan memang sangat sesuai jika di aplikasikan dalam diri generasi muda. Tidak malukan kita dengan anak-anak kecil pada Sanggar Selendang Mayang yang melestarikan budaya daerah?
Banyak factor yang menyebabkan budaya local dilupakan di masa sekarang ini. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataanya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya local mulai dilupakan.
Suatu ironis kebudayaan sendiri dijauhi oleh anak muda sekarang. Tidak habis piker mengapa kaum muda sekarang lebih suka ala boyband/girlband, seksi dancer, hip hop yang sama sekali tidak mencerminkan ciri khas budaya Indonesia yang ramah, sopan dan berkepribadian luhur.Di Banjarbaru beberapa waktu lalu tepatnya di lapangan Murjani tarian tidak etis yang sering dikenal sebagai seksi dancer ditampilkan dalam suatu acara promosi salah satu perusahaan rokok. Aksi tarian itu ditampilkan di depan anak-anak di bawah umur yang berjarak hanya beberapa meter saja.
Bukanlah sesuatu hal yang aneh ketika pihak yang seharusnya mengingatkan malah ikut menikmati tarian energik yang identic dengan busana minim dipertontonkan tanpa ada pengawasan ataupun peringatan bagi anak di bawah umur. Sebagian orang menganggap itu hanya sebagai hiburan.
Di mana letak pengawasan orangtua saat anak-anal yang harusnya berada di rumah malah dibiarkan berkeliaran bukan pada tempat dan waktunya?
Dalam tinjauan psikologi perkembangan, peran orangtua dibutuhkan dalam mendampingi dan memberitahu bagaimana mereka bisa menyesuaikan diri pada perubahan, perkembangan dan adanya perbedaan di dalam lingkungan mereka. Anak-anak tidak bisa dibiarkan lepas ke dunianya sendiri.
Logika yang muncul, jika lingkungan mereka tidak tepat maka anak-anak ini akan mendapat dampak negatif, baik perubahan psikologinya ataupun kepribadiannya. Memang benar anak dibebaskan untuk memilih apa yang menurutnya itu cocok untuk dirinya. Di sinilah orangtua wajib mengarahkan dan membimbing. Pembelajaran seni tari pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motoric kasar dan motoric halus, pola bahasa dan piker, emosi jiwa serta perkembangan social anak.
Di sekolah keprihatinan manakala keberadaan siswa didik kurang berminat terhadap seni budaya daerah, kata-kata yang terlontar dari mereka bahwa tari/lagu daerah itu kuno (ketinggalan jaman). Itulah persoalan yang menampar wajah dunia pendidikan saat ini. Apakah fakta tersebut bias dari program Ujian Nasional (UN) yang hanya menekankan factor pengetahuan (kognitif) belaka. Fakta keterampilan (psikomotor) kurang mendapat perhatian.
Padahal pelajaran tari bukan bertujuan untuk mempelajari sikap gerak saja, namun juga sikap mental, kedisiplinan, sehingga pendidikan tari itu menjadi media pendidikan. Dalam bukunya tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara menuliskan, tari anak-anak akan memberi pengaruh terhadap ketajaman pikiran, kehalusan rasa dan kekuatan kemauan serta memperkuat rasa kemerdekaan.
Dinas Pendidikan Banjarbaru KASI Kurikulum Drs Simum. MM saat ditemui di kantornya menerangkan untuk pelestarian budaya daerah di sekolah itu di pelajari dari kesenian tari, music daerah, bahasa hingga sejarah kedaerahan. Itu semua terangkum dalam pelajaran Muatan Lokal (Mulok).
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Herman Taupan di Banjarmasin menambahkan tidak hanya mulok, ekstrakurikuler pun menambah pengayaan pelestarian budaya daerah pada siswa didik di sekolah. Ajang perlombaan tari, music panting sering diadakan. Sekarang tergantung dari sekolah masing-masing sebab sekolah mempunyai hak otonomi untuk memajukan program mulok serta ekstrakurikuler tadi.
Di sisi lain, pihak sekolah kadang-kadang masih memandang kesenian dengan sebelah mata dibandingkan dengan bidang lain, seperti olahraga. Contoh nyata, pembangunan sarana olahraga jauh mengalahkan ketersediaan sarana berekspresi kesenian, bahkan juga mengalahkan kepentingan yang paling mendasar seperti perpustakaan.
Banyak sekolah yang membangun aula megah dan mahal, ruang kesenian tanpa bentuk berada di situ. Sesungguhnya, dalam buku petunjuk teknis mata pelajaran kesenian tertera kata “laboratorium” sebagai ruang praktek kesenian di sekolah. Tak hanya polemic kesenian di pendidikan formal sekolah tahun 2009 ajang budaya Internasional di Malaysia “Rampak Gendang Nusantara” menuai kekecewaan, 40 perwakilah dari Indonesia Sanggar Pesona Banjar sampai berita ini diterbitkan belum menerima sertifikat sebagai peserta tersebut oleh pihak yang bertanggung jawab di Indonesia sebagai pembimbing serta mengantar mereka di ajang itu.
Belajar dari Arsyad Indradi seorang budayawan Banjar, tubuh tua rentanya tak pernah menjadi kendala untuk terus berkarya melalui sastra-sastra indah dan mewariskan budaya luhur banjar kepada cucunya Putri Kurnia Pratiwi siswi SMA Negeri II Martapura serta anak didiknya di Sanggar Selendang Mayang. Sari, Baron, Tazki serta anak-anak Sanggar Selendang Mayang dengan penuh semangat berlatih tari Radap Rahayu serta Baksa Kembang di Musium Lambung Mangkurat.
Keceriaan, suka duka selalu mewarnai jejak langkah mereka dalam melestarikan seni tari klasik banjar di tengah maraknya seni tari modern sebagai idola kaum remaja saat ini. Mereka mengaku ini semua kami lakukan karena hobi, saat kami lakukan gerakan klasik ini kami merasa damai. Seni tradisional yang selama ini jauh dari kehidupan generasi muda dengan berbagai sebab-sebabnya yang telah diuraikan. Mulai dari arus globalisasi dan generasi muda yang cenderung apatis dan mengikuti arus, sehingga budaya asing yang terkesan praktis telah menjadi kiblat budaya mereka.
Bagaimanapun juga ajaran-ajaran seni tradisional daerah telah memberikan pemahaman moral yang luhur, dan memang sangat sesuai jika di aplikasikan dalam diri generasi muda. Tidak malukan kita dengan anak-anak kecil pada Sanggar Selendang Mayang yang melestarikan budaya daerah?