Rabu, 28 Desember 2011

MANINGAU NILAI SOSIAL BUDAYA DAN NILAI SENI BUDAYA BANJAR



Oleh : Arsyad Indradi

Sejak zaman Datu Nini baik Nilai – Nilai Sosial budaya dan Seni Budaya  Banjar sudah tertanan dalam masyarakat Banjar.
I. Nilai Sosial Budaya Banjar
 Nilai Sosial Budaya seperti keterampilan dan kerajinan yakni anyaman, masakan, batik, kamasan, ukir dan tatah. Anyaman dengan bahan tumbuhan purun yang menghasilkan tikar purun, bakul purun. Bahan paikat (rotan) yang menghasilkan bakul, lanjung, arangan gayak, bakul kayang ( tangkiding ), bakul pamasakan, butah, rambat, tangkitan bukit dan lain – lain. Daun nipah yang menghasilkan “tanggui“ ( tudung ), ketupat, kajang dan lain – lain. Atap rumbia yang bahannya dari daun rumbia. Dari bahan ijuk menghasilkan sapu ijuk dan tali ijuk. Demikan juga masakan berupa empat puluh satu macam kue, gangan asam, gangan balamak, gangan haliling, soto Banjar dan lain – lain. Batik Banjar berupa kain sasirangan, dinding airguci, tapih (sarung) wanita. Sasirangan adalah batik khas Kalimantan Selatan yang pada jaman dahulu digunakan untuk mengusir roh jahat dan hanya dipakai oleh kalangan orang-orang terdahulu seperti keturunan raja dan bangsawan. Proses pembuatan masih dikerjakan secara tradisional.
Masyarakat  Banjar  seperti  masyarakat  Banjarmasin, Nagara  dan Martapura yang juga sebagai  pengrajin  kamasan ( tukang perhiasan ) bahan emas, suasa dan perak. Hasil kerajinan itu berupa : Giwang (anying-anting)  seperti bonel ros barumbai, bonel air tetes, bonel air tetes barumbai dan lain-lain. Galang  ( gelang )  tangan  seperti  galang  baintan, galang rantai, galang rantai sulapit dan lain-lain. Galang batis ( kaki ) seperti  galang batis buntut cacing, galang batis malati, galang wancuh.Utas (cincin) seperti utas balah  paikat, utas mata satu asur wawaluhan, utas mata satu bagimus (polos), utas mata satu tusuk, utas ros parimata intan,  utas rantai, utas  baserong dan lain - lain. Kakalung  seperti  kakalung rantai sulapit, kakalung madaliun  barumbai, madaliun ros,  madaliun  mata  tiga, madalin mata satu dan lain-lain. Cucuk baju  seperti cucuk baju seribu  manis,  cucuk  baju  paniti,  cucuk  baju  daun basontek, cucuk baju  daun  baintan  dan  lain - lain.  Cucuk  konde  seperti  cucuk  konde kulipak katu, cucuk konde daun talu, daun  lima,  cucuk konde daun  seribu  manis, cucuk konde ros, cucuk konde daun baintan dan lain-lain.

Ada  hasil  kerajinan dari bahan kuningan  seperti  pakucuran/peludahan, sasanggan panginangan, celengan dan lain-lain. Ada hasil kerajinan tembikar seperti dapur, kapit, tajau halus dan besar, cocot ( sejenis ciret/teko ) dan lain – lain.
 Ukir dan tatah seperti dalam bentuk tatah surut (ukiran berupa relief);  tatah babuku (ukiran dalam bentuk tiga dimensi), tatah baluang (ukiran “bakurawang”) dan lain – lain.   
Nilai Sosial Budaya yang menjadi tempat – tempat objek wisata, di Tanah Banjar   banyak jumlahnya  di antaranya Pasar Terapung, pendulangan intan dan keindahan alam seperti Pulau Kambang, Gua Liang Hidangan, tempat keramat  dan lain – lain.
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak dulu dan merupakan refleksi sosial budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas lagi unik ini tempat melakukan transaksi  jual beli bahkan ada yang berupa barter di atas air dengan menggunakan jukung ( sampan ) yang berdatangan dari berbagai pelosok, membawa dagangan berupa lalapan ( sayur – sayuran ), buah – buahan, pancarakinan ( rempah masakan dan belah pecah ) juga makanan dan minuman.   Pasar Terapung hanya berlangsung pada pagi hari sekitar jam 05.00 hingga 07.00 setiap hari. Pasar terapung ini ada dua lokasi yaitu di Kuin wilayah Banjarmasin dan Lok Baintan wilayah Kabupaten Banjar.
Seperti juga di daerah lain, Kalimantan Selatan memikili tradisi budaya dan seni budaya.
Tradisi Budaya yang kental dalam masyarakat Banjar  seperti  upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, baayun anak, mamalas banua/manyanggar banua, aruh ganal, badudus dan lain – lain.
Di sini akan “ditingau sakilaran “ mengenai tradisi baayun anak dan badudus.
a. Baayun Anak
Yang lebih menarik adalah menidurkan anak ini sang ibu sambil bernyanyi dengan suara merdu berayun-ayun atau mendayu-dayu.
Isi lirik ini, puji-pujian pada anaknya yang ”bungas langkar ” dan doa agar anaknya kelak kuat imannya dalam agama sampai akhir hayatnya.
Kalau tidak berupa syair atau pantun, sang ibu membaca salawat rasul atau ayat – ayat suci Al Qur’an.

Ayun Bapukung adalah menidurkan anak dengan cara sang anak didudukan dalam ayunan dibalut dengan kain tapih sebatas leher.
Ayunan untuk ”guring bapukung” tak bedanya dengan ayunan dengan posisi dibaringkan yaitu terbuat dari tapih bahalai atau kain kuning dengan ujung –ujungnya diikat dengan tali haduk ( ijuk ). Ayunan ini biasanya digantungkan pada palang plapon di ruang tengah rumah. Pada tali tersebut biasanya diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang parang, katupat guntur, dengan maksud dan tujuan sebagai penangkal hantu – hantu atau penyakit yang mengganggu bayi. Menidurkan anak dengan bapukung  biasanya lebih cepat tertidur dari pada mengayun posisi berbaring.
Maayun anak ini terkadang diadakan pada acara Mauludan yakni tanggal 12 Rabiul Awwal. Dengan maksud agar mendapat berkah kelahiran Nabi Muhammad SAW
Pada perkembangannya, maayun anak ini menjadi sebuah tradisi budaya yang setiap tahun digelar dengan istilah “ Baayun Maulud” Baayun Maulud ini sungguh berisi pesan-pesan religiusitas, filosofis dan local wisdom ( kearifan local ).
Baayun Maulud ini setiap tanggal 12 Rabiul Awwal yakni menyambut dan memperingati Maulud Rasul, oleh masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara selalu mengadakan upacara Baayun Anak atau Baayun Maulud. Tradisi budaya ini mulai popular sejak tahun 1990-an.
Juga, Baayun Anak ini adalah salah satu agenda tahunan bagi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan. Yang lebih unik lagi pesta Baayun Anak ini bukan hanya baayun anak tetapi pesertanya juga baayun nenek dan kakek. Mereka sengaja ikut baayun karena nazar. Nazar ini karena sudah tercapai niat atau terkabul hajat seperti sudah naik haji, mendapat rejeki yang banyak atau untuk maksud agar penyakitnya hilang atau juga panjang umur.

2) Badudus
Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai adat budayanya masing- masing, ada yang berbeda dan ada juga hampir sama. Dalam kesempatan ini diperkenalkan adat yang ada di suku Banjar yang mendiami Tanah Borneo bagian selatan yakni  Kalimantan Selatan, yaitu Acara Badudus.

Badudus adalah acara mandi – mandi.. Acara ini ada tiga jenis, yaitu Badudus  Tian Mandaring, Badudus Pengantin Banjar, dan Badudus untuk Keselamatan.
a)  Badudus Tian Mandarin
Acara Badudus Tian Mandaring adalah acara Mandi – Mandi perempuan hamil pertama kali yang usia hamilnya Tujuh Bulan. Sesaji yang diadakan berupa kue – kue yang jumlahnya 41 macam. Minyak Likat Buburih adalah sebagai bahan Tapung Tawar. Air yang dimandikan berupa air yang berendam beraneka bunga sehingga air ini beraroma harum.
b) Badusus  Selamatan Tahunan
Acara Badudus merupakan tradisi masyarakat Banjar terutama sebagian masyarakat Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Acara ini diadakan dua kali setahun yaitu acara Mandi-Mandi dilaksanakan pada pertengahan tahun Hijrah yaitu sekitar bulan Jamadil Akhir dan Selamatan Tahunan diadakan pada awal tahun Hijrah yaitu bulan Muharram . Masyarakat Amuntai sangat tebal kepercayaannya terhadap Legenda Lambung Mangkurat, bahwa raja-raja Negara Dipa seperti Empu Jalmika, Pangeran Suryanata, Pangeran Suryaganggawangsa dan lain-lainnya itu sampai sekarang masih hidup dan berada di alam gaib dan sewaktu-waktu mereka dapat diundang. Kepercayaan ini dianut secara turun temurun dan jika tidak dilaksanakan maka mengakibatkan malapetaka bagi keluarga mereka misalnya ada yang kurang waras atau kena penyakit.
Sesaji yang harus diadakan adalah 41 macam kue dan yang tidak boleh ketinggalan yaitu “ Bubur Habang Bubur Putih “, “ Kopi Pahit “, Cingkaruk Batu “, “ Rokok Jagung “, dan “ Minyak Likat Buburih “.
Serangkaian acara Badudus Selamatan Tahunan ini diadaakan lagu-lagu Badudus yang diiringi tetabuhan yang terdiri dari biola dan Tarbang Besar atau Tarbang Burdah. Ada beberapa repertoire dalam acara ini yang susunannya tidak boleh tertukar, yaitu :
Repertoire pembukaan adalah lagu Kur Sumangat, merupakan lagu mengundang roh – roh dari raja-raja yang gaib di tengah kepulan asap dupa dan kemenyan. Isi lagu adalah undangan dan ucapan maaf jika ada kesalahan dalam menyediakan sajian atau dalam pelaksanaan terdapat kekeliruan dan sebagainya.selesai lagu ini, diadakan acara Tapung
Tawar yang disebut Tatungkal dengan memercikkan minyak Likat Buburih di atas kepala pada yang dimandikan dan pada keluarga.  Repertoire yang kedua Lagu Girang –
Girang, pernyataan kegembiraan. Repertoire yang ketiga adalah lagu Mandung Mas Mirah, lagu untuk menyambut puteri – puteri yang diundang. Repertoire yang keempat Lagu Dundang Sayang, berfungsi sebagai penghibur pada para undangan yang hadir. Repertoire yang kelima adalah Lagu Tarabang  Burung,  lagu  menyambut  atau  menyongsong  para roh  –  roh yang datang. Repertoire yang terakhir yaitu Lagu Burung Mantuk, l;agu untuk menghantarkan pulang para roh – roh yang telah menghadiri upacara tersebut.
Tidak jarang dalam upacara Badudus ini banyak orang – orang yang hadir kesurupan. Setelah selesai Lagu Burung Mantuk dinyanyikan yang kesurupan tersebut sadar kembali. Fungsi penyanyi terkadang adalah juga sebagai pawang dan berperan sebagai pemimpin acara.
c) Badudus Pengantin Banjar
Acara Badudus Pengantin Banjar adalah suatu acara adat masyarakat Banjar yang sampai sekarang ini masih tumbuh dan hidup dalam masyarakat Banjar. Tempo dulu Badudus merupakan acara penobatan seorang Raja. Acara ini hanya diselenggarakan oleh keturunan raja – raja saja yakni keturunan dari raja – raja Kerajaan Negara Dipa dan Kerajaan Daha, dan yang dapat menghadiri acara tersebut adalah hanya terbatas kepada seluruh keluarga saja. Setelah tidak ada lagi kerajaan di Tanah Banjar (tahun 1860 ) maka acara ini bergeser menjadi acara mandi – mandi Pengantin Banjar. Penyelenggaraan Badudus dilaksanakan oleh kedua pengantin. Dalam acara ini disediakan sesaji 41 macam kue dan minyak likat buburih yaitu bunga – bungaan yang dimasak dengan minyak kelapa dan lilin serta ditambah dengan minyak wangi. Acara badudus ini umumnya dimeriahkan dengan menyuguhkan lagu – lagu Banjar.
Sungguh, nilai – nilai Seni Budaya Nasional sangatlah “ Sugih (kaya) “ karena berakar dan bersumber dari nilai – nilai Seni Budaya Daerah. Salah satunya adalah dari Tanah Banjar.

II. Nilai Seni Budaya Tanah Banjar tersebut antara lain adalah musik, tari, sastra dan teater.
1)  Seni Musik
         Seni Musik Tanah Banjar terdiri dari gamelan Banjar dan musik tradisional Banjar.  
a) Gamelan Banjar
Gamelan Banjar ini dahulunya hidup dan berkembang di keraton Banjar, namun sekarang ini tidak ada lagi keraton Banjar maka musik ini hidup di kalangan rakyat Banjar.  Gamelan Banjar umumnya sebagai pengiring tarian seperti wayang gong, wayang kulit  dan tarian klasik Banjar.
Perangkat gamelan Banjar yang paling tua adalah sepasang gamelan Banjar yang bernama “ Simanggu Kacil dan Simanggu Basar “. Gamelan Simanggu Kacil berada di Museum Nasional Jakarta sedang Simanggu Basar berada di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan.
b) Musik Trasional Banjar di antaranya adalah Musik Kentung dan Musik Panting.
Musik Kentung ( instrument bambu) ini berasal dari daerah Kabupaten Banjar yaitu di desa Sungai Alat Kecamatan Astambul dan kampung Bincau Kecamatan Martapura.  Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Musik kentung termasuk alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik kentung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak,tinti gorok,pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Musik Pating adalah seperangkat alat musik yang terdiri dari : Babun (gendang), Gong, Biola, suling dan Panting. Panting ini bentuknya seperti gitar atau gambus tapi bentuknya agak kecil. Musik Panting umumnya untuk mengiringi lagu – lagu Banjar.

2) Seni Tari Banjar.
Seni Tari Banjar ada beberapa jenis yakni Tari Kelasik Banjar seperti Tari Baksa Kembang, Baksa Panah, Baksa Lilin, Baksa Dadap, Baksa Tameng, Radap Rahayu, Tari Topeng Panji, Tari Topeng Sekartaji, Tari Topeng Kelana dan lain – lain.  Tari Tradisional (rakyat) seperti Tari Tirik kuala, Tirik Lalan, Tari Japin Kuala, Japin Sisit, Tari Kuda Gepang dan Tari Wayang Gong. Tari  Kreasi Baru seperti Mandulang Intan,
Tari Semangat Ratu Zaleh, Maiwak, Ambung Gunung dan lain – lain.  Tari Pedalaman adalah tarian yang ada di daerah pedalaman Kalimantan Selatan ( suku Bukit ) seperti Tari Giring-Giring, Tari Gelang Bawu, Tari Gintur dan lain – lain
3)  Seni Sastra
Seni Sastra di Tanah Banjar ada dua bagian yaitu Sastra Tutur dan Sastra Non Tutur ( tertulis ).
1) Sastra Tutur seperti Bakisah, Lamut, Madihin dan Mantra.
A) Bakisah
Bakisah umumnya tidak memerlukan naskah. Baik pengantar kisah atau pun dialog-dialog dibawakan, mengandalkan keterampilan berimpropisasi. Tema-tema yang diangkat terkadang fiksi tetapi ada juga yang terjadi dalam masyarakat. Pangisahan manakala melakonkan tokoh-tokoh dalam kisah, penonton benar-benar larut dalam arus plot dan karakter sang tokoh. Bilamana adegan sedih, gembira, dendam, humor atau lainnya, penonton larut ke dalamnya.
Banyak sari toladan dari ”kisah” baik mengenai adat istiadat, etika estetika hidup, pendidikan, keagamaan, patriotisme yang terkandung dalam kisah. Kalau dibandingkan propertis ( hand dan setting ) dan lightingnya antara teater monolog, bakisah sangat sederhana dan bersahaja namun Pangisahan mampu menghidupkan suasana.
Bakisah ada beberapa macam yakni Bapandung, Dundam, Lamut, Andi-Andi, Madihin dan Mantra.
a)Bapandung        
Bapandung lahir di Desa Muara Munign kabupaten Tapin. Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, dimainkan dengan menirukan suara, tingkah laku seseorang, dan sebagainya.        
 b)Dundam
         Bakisah dengan prosa lirik, berpantun-pantun.
Lagunya lebih dekat dengan lagu mantra. Cerita adalah tokoh legenda orang Dayak (Bukit) dalam suatu kelompok. Ada hubungan cerita dengan etnis Banjar atau dengan kerajaan Banjar. Berdundam berada di suatu tempat yang berlampu remang-remang. Media untuk bercerita adalah sebuah gendang atau tarbang.yang dipukul berirama mengiring lagu pendundam bercerita.
         c)Lamut
       Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan, sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar dalam cerita wayang.Cerita dalam Lamut menurut pakem yang ada walau tak tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang Maluala dengan pengikut setianya  paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.
Lamut befungsi sebagai upacara pengobatan anak yang sakit, bisa juga berfungsi sebagai tontonan masyarakat. Pelamutan duduk berila dengan memegang sebuah gendang budar yang dikenal dengan nama tarbang. Pelamut berbaju Taluk balanga ( Koko ) memakai sarung palekat, berkopiah hitam. Penonton duduk santai lesehan.
        d)Andi-Andi
        Berkisah tentang legenda, dongeng dan sebagainya disaat orang brgotong royong, mengetam padi di sawah. Fungsinya menghibur orang bekerja. Ceritanya dari syair-syair, tutur candi,dan dongengan.
e) Madihin
Ada yang berpendapat bahwa madihin berasal dari kata madah, yaitu sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Madah merupakan syair yang mempunyai rima yang sama pada suku akhir kalimat. Madah mengandung puji - pujian, nasehat atau petuah. Tetapi dalam perkembangannya humor atau lulucuan, sindiran yang sehat, tak ketinggalan
disuguhkan oleh Pamadihinan ( orang yang membawakan madihin ) sebagai bumbu. Hand Proferti yang digunakan adalah tarbang yang bentuknya lebih kecil dari Tarbang Lamut.
f) Mantra
Mantra adalah ujar-ujar yang merupakan sumber kekuatan spritual leluhur pusaka Banjar ( Kalimantan ). Pada hakikatnya adalah suatu permohonan kepada yang Maha Kuasa yang disampaikan dengan ujaran yang khas dan dengan gaya bahasa yang khas pula dengan keyakinan yang penuh bagi penggunanya.
        2) Sastra Non Tutur ( Tertulis )
Sastra Tertulis ini ada yang dinamakan Syair, Gurindam, Pantun dan Puisi ( Sajak ).
A) Syair
Salah satu bentuk Sastra Banjar adalah “ Syair “. Seperti juga syair dikesastraan Indonsia Lama, Sastra Banjar  Syair  mempunyai bentuk empat baris setiap baitnya, persajakannya aa-aa dan isinya mengandung hikayat, sejarah, nasihat, pendidikan, percintaan, keagamaan dan dongeng, dan munculnya syair setelah adanya pengaruh agama Islam.  Tetapi bedanya media yang digunakan Syair Kesastraan Indonesia Lama, Bahasa Indonesia  sedangkan Sastra Banjar Syair, Bahasa Banjar. Disamping itu banyak syair – syair dalam Sastra Banjar ditulis oleh pengarangnya dengan menggunakan tulisan Arab. Sayangnya syair- syair yang ditulis dengan tulisan Arab ini sampai sekarang belum banyak ditulis dengan tulisan Latin. Akibatnya syair – syair Sastra Banjar ini hanya merupakan Koleksi Filologika Museum Negeri Kalsel di Banjarbaru.
Beberapa syair Banjar : Syair Sipatul Golam, Syair Ganda Kasuma, Syair Ringgit, Syair Tajul Muluk, Syair Surat Tarasul, Syair Siti Jabidah, Syair Indra Bumaya, Syair Khabar Kiamat, Syair Panji Kasmaran, Syair Brahma Sahdan, Syair Ratu Kuripan “ dan lain – lain.
B) Gurindam
         Gurindam adalah syair yang terdiri dari seuntai yang isinya nasihat, petuah dan lain – lain.
C) Pantun
           Masyarakat Banjar tempo dulu (bahari) sangat gemar berpantun sampai sekarang ini. Yang lebih menggembirakan bukan saja orang – orang  tua tetapi juga kaula muda Tanah Banjar masih tetap menggemari pantun bahkan akan tetap melestarikannya.
Struktur pantun Banjar seperti halnya pantun Indonesia lama atau pantun Melayu yang bersetruktur : baris pertama dan kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat adalah isi. Jumlah suku katanya baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Atau jika terjadi selisih suku katanya tidak lebih dari dua suku kata saja.  Atau dari baris pertama, kedua, ketiga dan keempat sama jumlah suku katanya. Rima persajakan pada pantun Banjar ada yang berima   (a),(b),(a),(b). dan ada pula yang berima (a),(a),(a),(a)

Terkadang pantun Banjar ada yang unik, mirip dengan syair yakni baris – barisnya hampir tidak dapat dibedakan sampiran dan isi dan rima sajaknya  (a),(a),(a),(a). Yang lebih unik lagi apabila pantun ini merupakan lirik dari lagu atau nyanyian yakni terjadi pengulangan baris sehingga menimbulkan bunyi dan irama yang harmonis.
Pantun Banjar ada lima ragam : 1) Ragam Pantun Banjar Biasa :  Seperti Pantun Agama, Pantun Adat Istiadat, Pantun Badatang, Baturai Pantun, Panglipur, Papujian, Balolocoan, Marista, Pantun Insyaf,  Pantun Bacucupatian,  Pantun Urang Anum. 2) Ragam Pantun Banjar Pantun Tarasul 3) Ragam Pantun Banjar Sebagai Lirik Lagu atau Nyanyian 4) Ragam Pantun Banjar Sebagai Pengiring Tarian 5) Ragam Pantun Wayahini.
D) Puisi ( Sajak )
Puisi ( Sajak ) termasuk kesastraan baru dan kesastraan modern.
 4) Teater
Teater ada dua  : Teater Modern dan Teater Tradisional.
1) Teater Modern : Teater dari daerah/negeri lain.
2) Teater Tradisional Banjar yaitu Teater yang khas daerah Banjar yakni : Mamanda.
Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.
Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda “. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekjluargaan.
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.
Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.
Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.
Dari uraian singkat di atas, ada beberapa peninggalan leluhur ini satu per satu sudah mulai terlupakan dan tenggelam.  Masyarakat Banjar banyak yang tidak mengenal atau tidak tahu lagi pusaka leluhurnya  yang seharusnya  perlu dijaga, dilestarikan bahkan dikembangkan. Seperti upacara Badudus, baturai pantun dalam upacara perkawinan ( Badatang ), Manyanggar Banua, Bakisah,Tari – tarian terutama tari – tari kelasik seperti tari topeng atau tarian - tarian yang kental dengan akar budayanya. dan lain – lain,  
Meskipun peninggalan leluhur itu masih ada, namun hidupnya sangat memperihatinkan dan sangat dikhawatirkan bahwa derasnya arus Era globalisasi dan modernisasi  akan mengikis habis pusaka leluhur ini maka perlu upaya – upaya agar pusaka leluhur itu dapat terus dipertahankan.
         Tidak saja seminar, diskusi, kongres budaya, Aruh Sastra, pelatihan yang terus diselenggarakan tetapi juga  Pemerintah daerah, seniman budayawan, Lembaga Budaya Banjar, Dewan Kesenian dan pihak – pihak yang terkait lainnya setiap tahun  mengadakan festival dan pergelaran seperti atraksi adat Banjar, festival Pasar Terapung,  musik tradisional, teater tradisional, tari – tarian Banjar,  pameran bersejarah, pusaka bertuah, benda budaya serta berbagai kerajinan Banjar.
         Upaya – upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan suatu gerakan masyarakat Banjar pendukung pusaka leluhurnya agar gigih dalam menjaga, mengembangkan dan melestarikannya secara bertanggung jawab di Tanah Banjar. Semoga ***